Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Custom Widget

Hari Pendidikan Nasional: Coaching dan Tujuan Pendidikan Indonesia (Sebuah Refleksi)

Hari Pendidikan Nasional: Coaching dan Tujuan Pendidikan Indonesia (Sebuah Refleksi)

Hari Pendidikan Nasional: Coaching dan Tujuan Pendidikan Indonesia (Sebuah Refleksi)


Pendidikan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk membantu seorang anak menemukan karakternya. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Jauh sebelum merdeka, Ki Hajar Dewantoro, bapak pendidikan Indonesia, juga membuat definisi pendidikan. "Pendidikan adalah upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran, dan tubuh anak." Tiga tujuan pendidikan, menurut Ki Hajar Dewantara, adalah sebagai berikut: menumbuhkan budi luhur pada sikap siswa, meningkatkan kecerdasan otak siswa, dan meningkatkan kesehatan fisik siswa. Pendidikan harus memiliki kesatuan konsep yang jelas untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, seperti Ing Ngarsa Sung Tuladha: sebagai pendidik, Anda harus menjadi teladan bagi semua siswa.

Menurut dua pengertian penting pendidikan yang disebutkan sebelumnya, pendidikan terdiri dari komponen karakter, fisik (tubuh) dan pikir (otak). Jika ketiga komponen tersebut diolah secara merata dan berkesinambungan, pendidikan akan menunjukkan hasilnya. Bagaimana hasil pendidikan saat ini? Sebelum hari pendidikan tanggal 2 M?Sudahkah tujuan pendidikan yang disebutkan di atas tercapai tahun ini? Mungkin kita harus bertanya-tanya.

Jika kita benar-benar jujur, kita akan setuju bahwa tujuan pendidikan yang diinginkan dalam kedua definisi di atas belum dapat dicapai. Dengan kata lain, seperti yang dikatakan orang Minangkabau, pendidikan kita masih "jauh dari api".

Saya mengatakan begitu karena saya percaya bahwa hasil pendidikan ditentukan oleh tindakan dan perilaku manusia yang bermanfaat. Secara umum, tontonan karakter yang dilakukan oleh orang Indonesia dari semua usia belum menunjukkan hasil karakter yang beradap. Meskipun telah disiapkan rak untuk menampung sandal dan sepatu, kami masih menemukan sandal yang tidak tersusun dengan baik, bahkan hilang di pelataran masjid. Kita masih sering melihat orang Indonesia merobot antrian tanpa malu, dan ibu-ibu membersihkan sampah di halaman rumahnya dengan enteng dan membuang sampah ke sungai.Meskipun kamera CCTV telah dihapus karena rusak atau dibawa pulang, banyak fasilitas umum yang kehilangan fungsi karena tindakan masyarakat dan aparat yang tidak bertanggung jawab. Semua pejabat negara, mulai dari Lurah dan Kades hingga Presiden, didakwa korupsi. Banyak kasus yang dibahas selama pemilu yang baru saja berakhir, bahkan MK menganggapnya sebagai tindakan catat etika. Dan banyak kasus lain, yang dapat diakses oleh semua orang melalui media modern yang memberitakan hal-hal sehubungan dengan itu, akhirnya membentuk dan menentukan keadaan negara kita saat ini.

Jika kita melihat angka PISA, posisi Indonesia untuk membaca pada tahun 2018 berada di posisi ke-74 dan naik ke posisi 71 pada tahun 2022. Untuk literasi sains, Indonesia menempati posisi 71 pada tahun 2018 dan menempati posisi 67 pada 2022. PISA 2018 melibatkan 79 negara, dan PISA 2022 melibatkan 81 negara. Data ini juga menunjukkan bahwa pendidikan kita belum mencapai tujuan yang diharapkan, atau hasilnya belum menggembirakan.

Apakah ada kesalahan dalam manajemen pendidikan kita saat ini? karena proses pendidikan yang kita jalankan selama hampir 75 tahun kemerdekaan negara kita. Mengapa pendidikan tidak mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan sejak negara kita menjadi negara merdeka. Akankah kita terus beralasan bahwa kita telah dijajah selama 350 tahun, yang berarti kita masih belum bisa memerdekakan diri dengan mewujudkan tujuan hidup bernegara dan berbangsa yang digariskan dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945?

Pertanyaan dan masalah di atas mungkin tidak akan terjawab dalam tulisan ini. Walau bagaimanapun, kami akan mencoba melihat dan mengajak Anda untuk memahami solusi untuk kurikulum merdeka, yang telah menjadi kurikulum yang digunakan di sekolah formal di negara kita saat ini. Coaching digunakan sebagai model fasilitasi untuk membantu siswa mencapai tujuan mereka.

Menurut modul guru penggerak yang diterbitkan oleh kemendikbudristek, coaching adalah sebuah proses kerja tim sistematis, berfokus pada solusi, dan berorientasi pada hasil di mana pelatih (guru) membantu murid (murid) meningkatkan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi. Coaching adalah cara terbaik untuk memaksimalkan potensi murid. Jika coaching dilakukan dengan benar, masalah pembelajaran yang mengganggu pembelajaran dapat diatasi dan perkembangan potensi murid dapat dimaksimalkan.

Tujuan coaching adalah membantu coachee menemukan ide baru atau cara untuk mengatasi masalah atau mencapai tujuan. Hubungan coachee dan coachee adalah hubungan yang setara, dengan coachee sendiri yang mengambil keputusan. Coach membantu coachee untuk lebih memahami situasi yang dihadapi, belajar dari dirinya sendiri, dan membuat keputusan.

Model TIRTA adalah salah satu model coaching yang saat ini dikembangkan untuk digunakan dalam pelaksanaan kurikulum merdeka. Model TIRTA dikembangkan dengan semangat belajar merdeka yang menuntut guru untuk memiliki keterampilan coaching untuk membantu siswa mereka mencapai tujuannya. Guru dapat menggunakan model TIRTA untuk membantu siswa mereka melalui tahapan yang diakronim dengan kata TIRTA, yang secara harfiah berarti "air". Langkah-langkah yang d Program guru penggerak mengajarkan semua keterampilan coaching ini. Harapan saya adalah bahwa guru penggerak ini akan menyebarkan semangat mereka kepada guru lain di sekolah tempat mereka bekerja.

Sebagai kepala sekolah dan guru penggerak yang telah menerapkan kurikulum merdeka dengan pendampingan dari kemendikbudristek dalam program sekolah pusat keunggulan, kami telah diberi pelatihan tentang menerapkan coaching sebagai model fasilitasi untuk mengembangkan potensi peserta didik yang beragam (berdiferensiasi). Diklat komite pembelajaran kami juga dikenalkan dengan metode TIRTA, dan model ini juga digunakan dalam modul pelatihan guru penggerak.

Sejak 2015, Masyaraakt Coaching Indonesia (MCI) telah mulai memahami bagaimana coaching dapat diterapkan dalam dunia pendidikan. sebuah komunitas yang didirikan dan terdiri dari para coach ahli yang menggunakan coaching dalam dunia pendidikan. Sejak tahun 2021, dia menjalankan program Coaching Class for Teachers, atau CCFT. Dengan bantuan program ini, para coach profesional dari "GURU" dan praktisi pendidikan lainnya muncul. Mereka berkembang dan bekerja sama melalui praktik coaching untuk melaksanakan tugas pendampingan kepada siswa. memberi bimbingan kepada siswa, rekan sejawat, dan orang tua mereka untuk merumuskan tujuan, menyusun langkah, dan menginvetarisasi dan mengoptimalkan sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut.

Masyarakat Coach Indonesia memiliki program CCFT, dan mulai tahun 2024, mereka akan memperkenalkan program CCFL, yang merupakan kelas belajar coaching untuk para Kepala Sekolah, Calon Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru Penggerak, dan pemimpim pembelajaran yang ada di lembaga pendidikan formal dan non-formal lainnya. Para peserta mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang coaching, menguasai keterampilan coaching, dan mendapatkan sertifikat non-akademik yang memungkinkan mereka untuk menjadi coach profesional. Kompetensi dan subkompetensi yang diberikan akan memungkinkan guru dan pemimpin pembelajaran di sekolah untuk memfasilitasi siswa untuk memperoleh "kesadaran diri", yang akan memungkinkan mereka menjadi pembelar sejati. Pembelajar yang mampu merumuskan tujuan, merencanakan tindakan, dan mengoptimalkan sumber daya untuk mencapai

Kami percaya bahwa coaching, sebuah proses yang berpusat pada membangun kesadaran diri, akan membuka dan mempermudah para guru untuk menerapkan pendekatan baru dalam mendidik siswa mereka. Dengan kesadaran diri, karakter akan lebih mudah dibudayakan, keterampilan akan lebih mudah dikuasai, dan hal apapun akan lebih mudah dilakukan. Dengan kesadaran diri, Anda juga dapat menemukan cara dan sumber daya untuk menyelesaikan masalah pendidikan yang besar dan kompleks.

Coaching adalah alat yang dapat digunakan oleh para "Guru" untuk membantu peserta didiknya. Coaching akan membuat seorang "Guru" terpanggil untuk idealismenya untuk kembali mencapai "keterpenuhan hidupnya", yang pada akhirnya akan membuatnya bangga dengan profesinya dan bahagia dengan jalan kehidupan yang dia pilih.

Selain itu, yang lebih menyenangkan dan menyenangkan ketika peserta didik berada dalam kondisi di mana mereka memiliki kesadaran diri yang konsisten tentang tujuannya. Di sisi lain, ada guru yang mendapatkan kepuasan hidupnya. Guru yang bangga dengan pekerjaannya

Semoga tujuan pendidikan negara ini juga berkembang dengan lebih baik dan dihargai.

Hari Pendidikan Nasional: Coaching dan Tujuan Pendidikan Indonesia (Sebuah Refleksi)

Refleksi perjalanan pendidikan Pancasila Ki hajar dewantara Refleksi filosofis Jurnal refleksi Modul Filosofis pendidikan Kurikulum Ki hadjar dewantara Merdeka belajar Filosofi pendidikan

Toko Furniture
Toko Furniture Seseorang yang menyukai dunia maya dengan cara menulis sebagian Informasi seputar teknologi dan lain lain

Posting Komentar untuk "Hari Pendidikan Nasional: Coaching dan Tujuan Pendidikan Indonesia (Sebuah Refleksi)"